PELAJAR TERDIDIK UNTUK MENGANGGUR
pengangguran

Pengangguran terdidik sudah merupakan hal yang lazim di negeri ini, juga di luar negeri. Pada Agustus 2019 terdapat 5 orang penganggur dari 100 orang angkatan kerja di Indonesia (sumber : BPS). Di permukaan, penyebabnya juga sudah sering jadi ajang perdebatan: sedikitnya lapangan kerja, banyaknya tenaga kerja, tenaga kerja yang tidak berkualitas atau tidak mempunyai keterampilan dan sebagainya.

Sedikitnya lapangan kerja, banyaknya tenaga kerja, tenaga kerja yang tidak berkualitas atau tidak mempunyai keterampilan sebagai penyebab pengangguran di permukaan tampak benar. Tapi sebenarnya salah. Lah kok bisa? Lalu yang benar apa?

Penyebab pengangguran itu kompleks. Tulisan ini tidak dapat untuk menguraikan semuanya di sini karena keterbatan ruang juga waktu penulisnya. Namun, akan coba saya sederhanakan menjadi 2 variabel. Pertama, variabel tak bebas berupa faktor-faktor di luar diri kita yang tidak bisa kita pengaruhi. Misalnya: keterbatasan lapangan kerja, tingginya tingkat persaingan antar tenaga kerja dan kebijakan pemerintah serta perekonomian dunia. Kedua, variabel bebas berupa faktor-faktor yang ada di dalam diri kita yang bisa kita pengaruhi. Misalnya: keterampilan yang kita miliki, relasi yang kita bangun, kapasitas diri kita.

Mari kita mulai dengan variabel tak bebasnya. Pertama, yuk kita koreksi tentang terbatasnya lapangan kerja dan tingginya tingkat persaingan pencari kerja. Kedua, kita sikapi dengan produktif kebijakan pemenrintah dan kondisi perekonomian dunia.

  1. Distribusi Lapangan Kerja
    Jika penyebab tingginya angka pengangguran adalah terbatas atau sedikitnya lapangan kerja, itu salah. Buktinya setiap hari ada ratusan bahkan bisa ribuan lowongan kerja dan peluang usaha diiklankan di berbagai media offline, online dan jalur pertemanan/relasi. Tapi toh tetap saja yang menganggur masih buanyak. Jadi penyebabnya jelas bukan sempit, terbatas atau sedikitnya lapangan kerja tapi tidak terdistribusinya lapangan kerja dan peluang usaha secara merata ke setiap sudut negeri ini. Solusinya adalah merantau ke luar daerah untuk menemukan lapangan kerja atau peluang usaha yang klop dengan keterampikan dan karakter kita.
  1. Persaingan Antar Tenaga Kerja
    Persaingan kerja adalah keniscayaan, dimana setiap detik terjadi penambahan jumlah pencari kerja. Itu tidak perlu dipersoalkan lagi. Lha wong sudah otomatis bertambahnya pencari kerja ya sudah pasti persaingan makin sengit. Lebih bermanfaat mencari solusi atau jalan keluarnya. Solusinya adalah berwirasusaha menciptakan lapangan kerja. Itu tidak mudah. Benar! Tapi lebih mudah daripada berebut pekerjaan. Apa pun yang Anda pikirkan itu benar. Silahkan berpikir yang mana: mudah mencari kerja atau menciptakan pekerjaan (berwirausaha)!
  2.  Kebijakan Pemerintah
    Berfokuslah pada kebijakan atau program pemerintah bukan siapa pemerintahnya. Sebab siapa pun pemerintah atau presidennya setiap program atau kebijaknnya pasti ada sisi positif yang menguntung dan sisi negatif yang merugikan. Manfaatkan sisi positifnya. Misalnya: manfaat kartu pra kerja untuk meningkatkan skill dan relasi Anda. Gunakan KUR (Kredit Usaha Rakyat) untuk mengembangkan bisnis Anda. Jadikan sisi negatifnya sebagai tantangan.
  3. Perekonomian Dunia
    Bagi para pencari kerja perekonomian dunia tidaklah terlalu berpengaruh. Perekonomian dunia hanya akan memberikan pengaruh langsung pada korporasi besar dan perkonomian suatu negara yang tidak bisa melakukan adaptasi. Bagi pencari kerja tetaplah fokus pada point 1-3: merantau, berwirausaha atau memanfaatkan program pemerintah.

Mindset Terdidik Menganggur
Di atas sudah kita luruskan salah kaprah tentang penyebab pengangguran. Sekarang waktunya untuk membuka tabir penyebab banyaknya pengangguran terdidik di negeri ini. Penyebab ini tidak disadari oleh kita semua, terutama dunia pendidikan. Apakah hal itu? Anak-anak kita terdidik untuk menganggur. Ya, Anda tidak salah baca. Tanpa disadari oleh guru dan orang tua, mereka telah membentuk mindset para peserta didik untuk menganggur. Apakah mindset tersbut? Tiga diantaranya adalah:

1. Berkompetisi Bukan Berkolaborasi
Saat ujian, siswa dilarang untuk bekerjasama. Harus murni hasil usaha sendiri. Kompetisi sudah menjadi tradisi di sekolah-sekolah kita. Tradisi kompetisi ini terpatri di hati dan menjadi perilaku untuk selalu bersaing, berebut pekerjaan bukannya menciptakan pekerjaan. Alhasil, sudah pasti lebih banyak yang kalah dan menganggur, yang menang hanya segelintir.

2. Mencari bukan menciptakan pekerjaan
Oleh orang tua dan guru dari kecil anak sudah diprogram untuk menganggur dengan seringnya melontarkan pertanyan kepada anak: “kalau sudah besar ingin menjadi apa?” atau: “ Kalau sudah besar ingin bekerja apa atau dimana?” Jarang yang ditanya: “kalau sudah besar ingin bisnis di bidang apa? Atau: “kalau sudah punya pendapatan ingin berinvestasi di bidang apa?” Alhasil, lulus kuliah atau sekolah yang diburu adalah pekerjaan bukan menciptakan usaha atau belajar berinvestasi.

3. Budaya Konsumtif Bukan Produktif
Mobil, rumah, dan bentuk harta lainnya sering menjadi tanda kesuksesan. Oleh karena itu, anak sejak dini sudah tertanam untuk mengejar itu semua agar bisa disebut sukses. Yang terjadi adalah terbangunnya budaya konsumtif yang lebih mengedepankan gengsi di atas prestasi. Praktik gengsi ada beragam. Salah satunya adalah lebih baik menganggur daripada menjadi sales. Lebih baik menganggur kalau bekerja dengan gaji yang kecil. Hal sebaliknya yaitu mendahulukan prestasi atas gengsi akan menjadi solusi. Menjadi sales adalah batu pijakan untuk mendirikan perusahaan sendiri. Bekerja dengan gaji yang kecil adalah awalan untuk mendapatkan pengalaman kerja.

Harapan untuk Orang Tua dan Guru
Sadarkah Anda telah mendidik anak-anak dan siswa Anda untuk menganggur? Sudahilah, ganti dengan mendidik mereka untuk membuka bisnis (berwirausaha)!

Salam Powerful,

Edi Susanto

 

 

 

Bagikan info:

Informasi lainnya:

Kecerdasan-Linguistik-anak

KECERDASAN BAHASA

5 November 2023
cermin raja

MENGGALI POTENSI DIRI

17 September 2023
kadaluwarsa

PELAJARAN DI SEKOLAH KETINGGALAN ZAMAN

3 April 2023
guru hebat

GURU BIASA VS GURU HEBAT

27 February 2023
fun learning

LEARNING IS FUN

22 February 2023
lifeskills

LIFE SKILL EDUCATION

17 February 2023