PELAJARAN DI SEKOLAH KETINGGALAN ZAMAN
kadaluwarsa

Banyak lulusan SMA dan tidak sedikit para sarjana yang tidak menggunakan pelajaran yang di dapat di sekolah atau kampus setelah mereka bekerja. Lebih parahnya, ilmu yang mereka dapat di sekolah atau kampus menjadikan mereka menganggur karena tidak teraplikasikan.

Mengapa pelajaran di sekolah dan kampus menjadikan sebagian siswa dan mahasiswa tidak berdaya setelah lulus? Sedikitnya saya menemukan 4 unsur yang belum terpenuhi oleh mata pelajaran di sekolah atau kampus, yaitu sebagai berikut:

1. Tidak Relevan dengan Kondisi Saat Ini

Pelajaran harus terus diupdate mengikuti perkembangan zaman. Sebab perubahan akan terus terjadi sepanjang masa. Di sisi lain, harus dilakukan relevansi dalam cara mengajar. Contohnya? Jika pengajar menggunakan literatur dari luar, maka dalam memberikan contoh dan penerapan harus disesuaikan dengan nilai-nilai dan budaya lokal. Akan memberikan keasyikan saat di sekolah atau kampus mempelajari apa yang dialami sehari-hari. Sebaliknya, akan membosankan, bila yang dipelajari itu tidak dialami dalam kehidupann.

Intinya adalah membumikan setiap mata pelajaran sehingga tidak asing atau berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Disamping itu pelajaran harus terus diupdate. Itulah arti dari mata pelajaran yang relevan

2. Tidak Komprehensif

Banyak sekolah dan kampus yang hanya memberikan ruang bagi pengembangan kecerdasan tertentu, yaitu:

  1. Linguistic melaui pelajaran bahasa indonesia dan bahasa asing
  2. Logis-matermatis melalui pelajaran matematika, fisika dan kimia
  3. Visual-Spasial melalui pelaran seni rupa
  4. Body-kinestetik melalui pelajaran olah raga
  5. Musical melalui pelajaran seni musik
  6. Naturalis melalui pelajaran biologi
  7. Eksistensial melalui pelajaran agama dan budi pekerti

Tapi belum memasukkan jenis kecerdasan intrapersonal dan interpersonal untuk mendapatkan penilaian yang sama pentingnya seperti ke-7 kecerdasan di atas. Padahal berdasarkan penelitian seorang psikolog dari Amerika Dr Daniel Goleman, kecerdasan interpersonal dan intrapersonal yang disebut dengan kecerdasan emosi atau Emosional Quotient (EQ) berkontirbusi sebesar 80% dalam meraih keberhasilan karir, pribadi dan kehidupan.

Porsi jam pelajaran pun tidak mendukung untuk pengembangan jenis kecerdasan tertentu. Dalam 1 minggu kita dapati pelajaran matematika, IPA dan bahasa bisa sampai 6-8 pelajaran, sementara untuk olahraga, agama, dan kesenian cuma 2 jam pelajaran.

Media dan cara pengembangan kecerdasan pun hanya sebatas pengajaran teori/pengetahuan di kelas. Tidak melibatkan siswa dalam kegiatan riil yang berdampak langsung bagi peningkatan kecerdasan siswa.

3. Tidak Aplikatif

Banyak lulusan sekolah dan perguruan tinggi yang tidak bisa menerapkan ilmunya atau harus mempelajari keterampilan baru saat masuk ke dunia kerja. Hal seperti itu bisa dikurangi jika mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di kampus lebih aplikatif (mudah diterapkan).

Pelajaran yang lebih mudah diterapkan dan menjadi jawaban atas persoalan riil yang dihadapi masyarakat perlu mendapatkan porsi jam pelajaran lebih banyak. Sementara pelajaran yang kurang aplikatif dan sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini perlu dikurangi bahkan jika perlu dipangkas.

4. Pelajaran Lebih Mengeksplorasi Dunia Luar

Banyak sarjana yang tidak berdaya meski telah memiliki bekal ilmu yang memadai. Mengapa ini bisa terjadi? Sebab mereka tidak mengenal dengan baik apa yang menjadi kekuatan dan kelemahannya, mau kemana hidupnya dan apa yang harus dilakukannya.

Kemampuan untuk mengenali potensi diri secara mendalam tidak masuk ke dalam pelajaran di sekolah maupun kampus. Pelajaran di sekolah lebih mengeksplorasi dunia luar seperti alam semesta, flora fauna, ekonomi, akuntansi, manajemen, kesehatan dan teknologi. Sedangkan eksplorasi ke dalam seperti mengenali potensi, visi dan aksi tidak pernah diajarkan. Efek kumulatifnya: setelah lulus atau widusa bingung mau apa, hendak kemana dan apa yang harus dilakukan.

SOLUSINYA

Berbagai permasalahan yang ditimbulkan oleh mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di kampus, kita sikapi bukan dengan meninggalkan sekolah atau kampus lalu menciptakan model pendidikan alternative, melainkan dengan :

1. Lengkapi diri dengan sumber belajar di luar sekolah atau kampus

Ada banyak sumber belajar di luar sekolah, diantaranya:

a. Ambil kursus untuk menguasai keterampilan-keterampilan praktis atau terapan seperti reparasi elektronika, menjahit, tata rias dan sebagainya. Sebab pelajaran di sekolah dan kampus tidak cukup untuk menjawab persoalan hidup yang makin kompleks.

b. Ikuti seminar untuk mendapatkan ide, inspirasi, motivasi untuk mengembangkan diri (mengenali potensi, kelebihan dan kekurangan).

c. Ikuti pelatihan untuk mengasah skill tertentu seperti bisnis, dan manajemen keuangan.

d. Ikuti magang di perusahaan atau instansi pemerintah untuk mendapatkan pengalaman praktis dan riil di lapangan.

Bergaul/berinteraksi dengan orang yang mempunyai level pengetahuan, keterampilan, wawasan, income, pengaruh, kedudukan/jabatan di atas kita untuk menaikkan level berpikir dan kualitas tindakan.

2. Tujuan pemberian mata pelajaran

a. Bukan untuk menguasai materi/pelajaran yang berisi sekumpulan pengetahuan yang mudah usang, tapi;

b. Sebagai sarana agar otak terus digunakan (selalu aktif) untuk berpikir secara holistic: berpikir kritis (otak kiri), kreatif (otak kanan), mengingat (memori).

Salam Powerful,

Edi Susanto

Bagikan info:

Informasi lainnya:

Kecerdasan-Linguistik-anak

KECERDASAN BAHASA

5 November 2023
cermin raja

MENGGALI POTENSI DIRI

17 September 2023
guru hebat

GURU BIASA VS GURU HEBAT

27 February 2023
fun learning

LEARNING IS FUN

22 February 2023
lifeskills

LIFE SKILL EDUCATION

17 February 2023
hafalan-2

ERA HAFALAN SUDAH KADALUWARSA

13 February 2023